Menjadi Penghafal Qur’an Bukan Tentang Menghafal, Tapi Tentang Menjaga Hati
Menghafal memang membutuhkan waktu dan kesungguhan, tapi menjaga hafalan—itulah ujian seumur hidup.
Banyak yang mengira menjadi hafizh itu hanya tentang berapa banyak ayat yang mampu diingat. Padahal, hakikatnya bukan di lisan, tapi di hati. Sebab Al-Qur’an bukan sekadar kumpulan huruf, melainkan cahaya yang menuntut kebersihan jiwa dan keikhlasan niat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jagalah Al-Qur’an ini, karena demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ia lebih cepat lepas dari dada manusia daripada unta yang lepas dari talinya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Di Asrama Sunan Bonang, para santri sering saling mengingatkan,
“Hafalan itu bukan tentang cepat banyaknya, tapi tentang seberapa bersih niatmu.”
Malam-malam mereka tak selalu mudah. Kadang lelah, kadang hampir menyerah. Namun, di sela tangis dan sujud panjang, mereka belajar bahwa menjadi penghafal Al-Qur’an adalah perjalanan spiritual—perjalanan mendidik hati agar selalu dekat dengan Allah.
Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.”(QS. Al-Hijr: 9)
