Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Santri Asrama Sunan Bonang: Menyatu dalam Persaudaraan


 

Pagi itu, halaman pesantren Asrama Sunan Bonang dipenuhi riuh rendah suara para santri. Matahari baru saja naik, sinarnya lembut menyusup di sela-sela pepohonan dan bangunan sederhana. Suasana begitu hidup, seakan menyimpan sejuta cerita yang tak akan lekang oleh waktu.

Di antara langkah-langkah kecil yang tergesa, ada sekumpulan santri yang duduk berbaris rapi, menunggu giliran untuk berangkat ke sekolah. Mereka mengenakan seragam pramuka berwarna cokelat dengan peci hitam yang menambah kewibawaan. Wajah mereka cerah, penuh senyum, meski tas di punggung dan buku-buku di tangan menandakan hari yang akan panjang dan penuh pelajaran.

Di sanalah kebersamaan itu lahir. Tidak hanya dalam doa dan tilawah, tetapi juga dalam tawa sederhana di sela-sela waktu berangkat sekolah. Ada yang bercanda, ada yang diam penuh wibawa, dan ada pula yang sibuk merapikan seragamnya agar tampak lebih rapi. Namun, meski berbeda sifat dan karakter, hati mereka dipersatukan oleh satu hal: persaudaraan di jalan Allah.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan, saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari & Muslim).

Hadis itu seakan hidup dalam diri mereka. Persaudaraan di Asrama Sunan Bonang bukanlah persaudaraan yang lahir dari sekadar tinggal bersama, tetapi persaudaraan yang dibangun di atas iman, doa, dan cita-cita yang sama.

Mereka tahu, perjalanan menuntut ilmu bukanlah jalan yang mudah. Ada lelah, ada rindu pada keluarga di rumah, bahkan ada rasa ingin menyerah. Namun, setiap kali ada yang lemah, yang lain datang untuk menguatkan. Setiap kali ada yang murung, yang lain hadir dengan canda untuk menghibur. Seperti bangunan yang saling menopang, kebersamaan mereka menjadi tiang yang membuat langkah tetap tegak.

Pagi itu, sebelum berangkat, mereka sempat berfoto bersama. Sederhana, hanya di bawah atap seadanya, tapi senyum mereka seakan menerangi seluruh halaman. Tidak ada kemewahan dalam bingkai foto itu, namun di dalamnya tersimpan harta yang jauh lebih berharga: rasa memiliki satu sama lain.

Senyum mereka bukan sekadar tawa biasa. Itu adalah senyum yang lahir dari hati yang tulus, dari kebersamaan yang terjalin hari demi hari. Setiap pagi, mereka berangkat dengan doa yang sama. Setiap malam, mereka pulang dengan cerita yang berbeda, lalu kembali bersatu dalam lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Di sanalah letak keindahan hidup santri. Mereka bukan hanya belajar di kelas, tetapi juga belajar di jalan persaudaraan. Mereka belajar arti sederhana dari sabar, ikhlas, dan saling menolong. Mereka belajar bahwa ilmu bukan hanya soal buku, melainkan juga tentang bagaimana menjaga hati dan menghargai teman.

Asrama Sunan Bonang adalah rumah yang mempersatukan mereka. Tempat di mana setiap tawa dan air mata menjadi bagian dari perjalanan. Tempat di mana setiap doa dipanjatkan bersama, dan setiap cita-cita lahir dengan harapan yang sama: menjadi insan yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan sesama.

Ketika foto itu kelak dilihat kembali di masa depan, mungkin mereka akan tersenyum mengingat masa-masa ini. Masa ketika berangkat sekolah bersama, tertawa bersama, bahkan terkadang berdebat kecil yang akhirnya berujung tawa lagi. Semua itu akan menjadi kenangan manis yang tak tergantikan.

Sebab persaudaraan di Asrama Sunan Bonang bukanlah persaudaraan sementara. Ia adalah ikatan hati yang akan terus hidup, meski waktu dan jarak kelak memisahkan. Dan di setiap langkah mereka hari ini, tersimpan doa agar Allah selalu menjaga ikatan itu, sampai akhir hayat.

Lokasi Kami