Mengaji bersama di Asrama Sunan Bonang: merajut cahaya dalam kebersamaan
Di sebuah ruang sederhana di pesantren, para santri duduk melingkar dengan mushaf terbuka di pangkuan mereka. Suara lantunan ayat-ayat suci terdengar lembut, berpadu menjadi harmoni yang menenangkan hati siapa pun yang mendengarnya. Di antara lantunan itu, tersimpan ketulusan, keikhlasan, dan semangat untuk terus belajar memahami kalam Allah.
Mengaji bukan sekadar membaca huruf dan suara, tapi perjalanan spiritual untuk menautkan hati dengan firman-Nya. Dalam kebersamaan para santri, lahirlah suasana penuh keberkahan. Masing-masing saling membantu, saling mengingatkan tajwid, dan bersama-sama memperbaiki bacaan agar lebih mendekati kesempurnaan. Dari sinilah cahaya ilmu memancar — bukan hanya menerangi diri sendiri, tapi juga orang-orang di sekitarnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, secara sembunyi maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi."(QS. Fāṭir: 29)
Ayat ini menjadi pengingat, bahwa siapa pun yang menghidupkan Al-Qur’an dalam kehidupannya, Allah akan menjadikan setiap bacaannya sebagai jalan menuju kebaikan dan keberuntungan yang kekal.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya."(HR. Bukhari)
Hadis ini menjadi pegangan para santri dalam setiap majelis mengaji. Mereka sadar, bahwa membaca dan memahami Al-Qur’an bukan sekadar ibadah pribadi, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial — agar ilmu itu terus menyebar dan menerangi umat.
Kegiatan mengaji bersama di pesantren bukan hanya melatih lidah untuk fasih, tetapi juga melatih hati untuk tunduk. Dalam kebersamaan, santri belajar rendah hati, saling menghormati, dan saling menuntun dalam kebaikan. Mereka menyadari bahwa Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tapi juga untuk diamalkan dan dijadikan pedoman hidup sehari-hari.
Di antara kesederhanaan pesantren, di antara suara yang bergantian membaca ayat-ayat suci, terpancar cahaya kebersamaan yang tulus. Setiap huruf yang terucap adalah doa. Setiap lantunan ayat adalah cahaya yang merajut kedamaian dalam hati.
Dan dari pesantren inilah, lahir generasi Qur’ani — generasi yang menjaga, memahami, dan menghidupkan kalam Allah di tengah dunia yang terus berubah.
Karena sejatinya, mengaji bersama bukan hanya menghafal dan melantunkan ayat, tetapi menjalin kebersamaan di atas cahaya Ilahi yang tak akan pernah padam.