Tidak Pernah Makan Sendiri: Keteladanan Nabi Ibrahim bagi Santri Masa Kini
Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan individualistis, kebiasaan makan bersama sering kali terlupakan. Banyak orang lebih memilih menikmati makanan sendirian, sibuk dengan gawai atau urusannya masing-masing. Namun jauh sebelum zaman ini, Nabi Ibrahim عليه السلام telah memberikan teladan luar biasa tentang arti kebersamaan dan kedermawanan, bahkan dalam hal sederhana seperti makan.
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah makan sendirian. Beliau selalu mencari orang lain untuk diajak makan bersama. Jika tidak menemukan tamu, beliau akan keluar rumah, menelusuri jalanan, dan mencari siapa pun yang bisa diajak berbagi makanan. Sifat ini menunjukkan betapa dalamnya cinta Nabi Ibrahim kepada manusia, sekaligus bentuk nyata dari rasa syukurnya kepada Allah.
🌙 Kisah Nabi Ibrahim dan Tamu yang Dimuliakan
Allah ﷻ mengabadikan salah satu kisah Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an:
“Sudahkah sampai kepadamu cerita tamu Nabi Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam, ia menjawab salam mereka, kemudian segera pergi kepada keluarganya dan datang dengan (membawa) anak sapi yang gemuk.”
— (QS. Adz-Dzariyat: 24–26)
Ayat ini menggambarkan betapa cepat dan ikhlasnya Nabi Ibrahim menjamu tamunya. Beliau tidak menunda, tidak bertanya siapa tamunya, dan tidak menunggu waktu yang lama — langsung menyuguhkan hidangan terbaik yang ia miliki. Itulah puncak akhlak mulia dan kedermawanan seorang nabi.
🍞 Pelajaran untuk Santri Masa Kini
Nilai yang diajarkan Nabi Ibrahim sejatinya sangat relevan dalam kehidupan pesantren. Para santri setiap hari hidup bersama, belajar bersama, dan tentu saja — makan bersama. Dari satu nampan yang sama, dari lauk yang sederhana, tumbuh rasa ukhuwah, tawadhu‘, dan empati.
Makan bersama bukan sekadar rutinitas, tapi juga pendidikan akhlak. Di sanalah santri belajar menghargai teman, mendahulukan orang lain, dan tidak tamak terhadap rezeki. Dalam kebersamaan itu, tersimpan keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang, makanan untuk dua orang cukup untuk empat orang.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa ketika makan dilakukan dengan kebersamaan dan keikhlasan, Allah akan melipatgandakan berkahnya.
🤝 Dari Nabi Ibrahim ke Dapur Pesantren
Semangat Nabi Ibrahim yang selalu berbagi dapat menjadi cermin bagi santri masa kini. Di dapur-dapur pesantren, ketika tangan-tangan santri saling berbagi sendok dan nampan, di situlah nilai Nabi Ibrahim hidup kembali.
Setiap suapan yang dibagi, setiap senyum di meja makan, adalah bentuk kecil dari ibadah dan rasa syukur.
Santri yang meneladani Nabi Ibrahim bukan hanya belajar ilmu agama, tapi juga menumbuhkan akhlak sosial — ringan tangan, suka berbagi, dan tidak merasa cukup sendiri. Di dunia yang semakin individualistik, semangat seperti inilah yang perlu dijaga dan diwariskan.
🌾 Penutup
Kebiasaan Nabi Ibrahim yang tidak pernah makan sendirian bukan hanya tentang makanan, tetapi tentang membangun hubungan antarmanusia dengan cinta dan kasih sayang.
Dalam setiap hidangan, beliau menanamkan nilai silaturahmi, kemurahan hati, dan rasa syukur kepada Allah.
Bagi para santri, meneladani akhlak ini berarti menjadikan kebersamaan sebagai bagian dari ibadah.
Sebab sejatinya, makan bersama bukan sekadar kenyang bersama — tapi tumbuh bersama dalam keberkahan.